Mekanisme Qurban dan Konsep Neuroleadership

Qurban adalah upaya untuk mendekatkan diri pada kesadaran tentang kesementaraan dan hidup nirkepemilikan.

Secara neurosains konstruksi kesadaran berfondasi sistematika berpikir yg runtut dan terstruktur serta seimbang. Peran neokortex dan elemen subkortikal haruslah optimal. Sebagai contoh orbitofrontal cortex yang pada manusia terdiri dari area Broadman 10,11, dan 47 punya peran dalam menentukan keputusan berdasar asupan dari pintasan medio dorsal thalamus hingga dapat memproses sikap sosial, mengendalikan respon emosi, dan juga menghasilkan efek reward untuk pilihan beresiko.

Proses Qurban juga tentu melibatkan sulkus parasingulata yang antara lain bertugas untuk membedakan imaji dengan realita. Pada gilirannya peran ventral tegmental area dan nukleus akumben , sistem limbik, serta korteks anterior singula akan mengintegrasikan niat, proses belajar, pengalaman, dan memvalidasinya sebagai pengetahuan yang bernilai (valuasi) sehingga dapat melahirkan reasoning atau alasan objektif yang dapat menjadi motivasi bagi fungsi-fungsi eksekutif dalam membuat sebuah keputusan yang maujud dalam bentuk sikap dan perilaku, di luar respon verbal dan motorik.

NeuroLeadership Engineering (NLE) adalah upaya konstruktif berbasis pendekatan akademis untuk mempelajari dan menerapkan program optimasi fungsi otak berdasar prinsip-prinsip dasar teknik rekayasa. Rekayasa kerap diasosiasikan secara negatif dengan kata manipulasi. Sebenarnya lebih tepat jika rekayasa ataupun rekadaya dinisbatkan artinya pada pengejawantahan secara kongkret gagasan menjadi bentuk operasional yang dapat memberi nilai tambah pada suatu fungsi. Mengingat semua mekanisme di alam semesta ini punya sifat dasar mekanistik, hingga kita kerap menamai sebuah proses berulang yang bertujuan dan berhasil sama dengan mekanisme, maka sudah selayaknya jika pengertian rekayasa dan rekadaya lebih berasosiasi pada pengembangan dan optimasi sistem yang terlibat dalam pembentukan mekanisme.

Kepemimpinan secara umum adalah seni mengambil keputusan. Seni menyerap data secara efektif, mengolahnya secara optimal, dan mendeliverikannya sebagai produk mental yang dapat dipahami dan diimplementasikan secara kongkret. Hubungan antara NLE dan konsep ber-Qurban serta ke-Ikhlasan berkonjugasi pada titik dimana status kemanusiaan yg melekat padanya semua sifat kesementaraan (fana).

Kemampuan menempatkan secara rasional fakta dengan pengetahuan terkonstruksi yang menjadikan manusia berada dalam titik setimbang adalah bentuk dari kesadaran yang maujud dalam kewaskitaan (wisdom stage), di mana pada posisi tersebut dimensi pengamatan dan aliran data yang digunakan dalam membangun persepsi sudah bertransformasi dan meningkat ke dimensi yang lebih tinggi, ditandai dengan berkembangnya sudut pandang faset alias multi sudut dan akan menghasilkan integrasi citra multi persepsi. Qurban dan Ikhlas sebagaimana termaktub dalam QS Al Kautsar dan Al Ikhlas akan menghantar kita atau akan menahbiskan kita dalam kondisi “super posisi” yang ditandai dengan kemampuan untuk mencegah kemungkaran (wrong decision dengan segala konsekuensinya) dan kezhaliman (menyakiti dan tersakiti), dan itu semua tercapai pada saat semua daya upaya hanya bermuara pada titik fokus indera, rasa, nalar, dan cinta…titik Ahad atau titik ADA yang hanya dapat ditemui pada saat semua TIADA. Titik biner 0 dan 1, dimana anihilasi data dan fungsi akan menghasilkan layar kesadaran yang tumbuh dari kesasmitaan (kepekaan plus) terhadap tanda dan kewaskitaan yang dapat dikatakan sebagai puncak ke Tauhid an. Dan kerangka kewaskitaan pulalah mungkin yang membawa saya untuk berkelana minda mencari jawaban.

Hari ini sebagian misteri kesadaran dan anatominya mulai terpetakan. Justru saat kita “kosong” dan terbuka untuk menerima pesan-pesan semesta. Diskusi dengan pakar satelit yang juga sekaligus guru spiritual saya (Mas Agung) pagi ini sungguh menyegarkan bathin. Sungguh segala sesuatu di semesta ini sudah termaktub dalam perencanaan agung yang tertulis di Lauh Mahfudz. Kemarin saat tengah berjalan kaki dari warung kopi di seputaran kampus Maranatha Surya Sumantri ke super market Junction di Jl. Cemara-Sukajadi saya browsing soal quantum consciousness dan berbagai fakta elektromagnetik otak serta jaringan syaraf. Sebelum itu juga karena postingan guru saya yang lain (Bapak Jesse Monintja) saya tergelitik untuk mempelajari aplikasi quantum mekanika di otak manusia. Tentu saya bukan ahli fisika yg mahfum akan QED/quantum electrodynamic ataupun hipotesa EPR serta spooky action nya Einstein. Tapi saat membaca sebuah jurnal yg secara khusus menekankan pada adanya kemungkinan fungsi mikrotubul di neuron sebagai “locus delicti” peristiwa entanglement saya jadi melihat sebuah peta virtual mulai terbentang perlahan di benak saya.

Sel2 grid di hipokampus saya mulai membangun konsep imajiner tentang asosiasi dan korelasi fakta lintas disiplin yang lambat laun mulai terbentuk secara 3 dimensi. Gambaran itu diperkuat dengan sebuah pertanyaan dari Mas Satryo, rekan dari elektro/IF yang menyoal konsep WPT (wireless power transfer) dengan berdasar pada pendekatan zona Fresnel. Yang ditanyakan justru bisakah pola atau mekanisme serupa terjadi di otak manusia ? Bisakah kita memanipulasi otak manusia dengan pendekatan biofisika ? Jawabannya secara hipotetikal memang bisa. Saya jadi berkhayal terlalu jauh soal konsep pustaka data semesta atau mega data yang sesungguhnya. Di mana semua yang terbentuk dan eksis saat ini sesungguhnya semata adalah konfigurasi dinamis yang terus bertransformasi dalam berbagai proses interaksi yang algoritmis. Maka pattern recognition di setiap lapis akan menemukan pola. Ada pola di setiap fenomena meski terlihat acak di awalnya (Mandelbrot-Fractal). Sekaligus juga membuktikan bahwa grand unified theory nya Abdussalam berimplikasi jauh lebih luas dari hipotesa awalnya sendiri.

Interaksi antara foton dan sel2 di retina misalnya akan mengawali proses pembentukan persepsi berbasis data visual. Maka karakteristik foton dan juga elektron di jejaring nervus opticus akan membangun sistem fungsional dinamis yang saling mempengaruhi. Ruang menjadi sumber informasi yang akan terus mendorong terciptanya konfigurasi dan transformasi secara berkesinambungan. Ada proses anabolik dan metabolik semesta yang diimbangi dengan sumber catu daya bestari dari termodinamika. Ketika berbicara soal radiasi gravitasional, medan elektromagnetik, dan dualisme cahaya mau tidak mau kita masuk ke ranah interferensi dan elipsoida konsentrik (secara teoretis mempunyai besaran tak terhingga) dari pola radiasi yang terpancar keluar (biasanya) dari circular aperture (zona Fresnel). Pola sebaran gelombang cahaya sebagaimana rumus cincin Newton adalah contoh kongkret karakter elektromagnetik yg bersifat sirkular.

Implikasi yg terpikir ke depan adalah terpetakannya pola-pola transfer energi melalui efek radiasi. Juga pola komunikasi di tingkat elementer. Apakah data semesta yg antara lain dapat memicu entanglement yg menghasilkan super posisi di partikel sub atomik bisa menjadi jejaring informasi yang konfigurasinya dapat membentuk kesadaran ?

Sementara dunia ini tidak selalu simetris dan serba terduga. Tidak. Tidak sesederhana itu. Seperti Werner Heisenberg dengan pendekatan ketidskpastiannya. Karena probabilitas quantum (Schrodinger Cat) seolah melahirkan konsep uncertainty. Yang sebenarnya sudah berusaha disederhanakan oleh Dirac. Tapi posibilitas sebagaimana tergambar dari percobaan celah ganda (Thomas Young) memang membuka banyak kemungkinan yg mematahkan prinsip mekanika yg selama ini deterministik ala Newtonian. Ketidak pastian dalam domain waktu (variant versus invariant), continuum versus incotinuum dan berbagai fenomena dinamis yg menyulitkan pendekatan deterministik memang mendorong digunakannya pendekatan stokastik.

Kalau di neuron itu proses pembentukan memori dan sirkuit melalui sinapsis itu contoh model stokastik yang amat bergantung pada kondisi lingkungan dan bentuk2 interaksinya. Meski semua berjalan dalam koridor sinaptik Hebbian yg mekanistik-deterministik tetapi intensitas impuls, waktu, dan juga perbedaan perbandingan variabel dan faktor terkait akan mendorong munculnya kekhasan yg kerap di luar dugaan. Rantai Markov dengan waktu diskret, Proses Poisson, Rantai Markov yang waktunya continuum, atau dinamik model lainnya menjadi alternatif yang bisa memberi jawaban sampai ke tingkat perilaku. Mengapa seseorang mengambil keputusan dan bersikap X sementara di kondisi yg nyaris serupa orang lain mengambil sikap Y ? Cancer/neoplasia juga memiliki pola2 stokastik yang membutuhkan pendekatan dinamis.

Tetapi di balik timbunan “keacakan” tersebut selalu ada pattern yang kemudian dapat disimulasikan dalam modeling matematika. Dalam dunia penerbangan ada masalah crucial dalam menentukan area2 berpotensi CAT (clear air turbulance) yang sampai saat ini masih sangat sulit dideteksi oleh Wx radar (weather radar), bahkan yg secanggih Honeywell RDR9000 yg embedded di B739 ER atau 738NG, karena pendekatannya masih bersifat deterministik dengan mengolah data elektromagnetik yg diterima secara linier. Konsep multi stage dan korelasi data yg bersifat dinamis diperlukan untuk memprediksi fenomena yang merupakan bagian dari sistem kompleks. Pendekatan model stokastik di sistem biologi memang paling nyaman untuk ditelusuri karena meski masuk dalam ranah sistem yg kompleks, secara dimensi relatif dapat teramati (observeable).

Padahal ke depan kita akan berhadapan dengan dinamika yg terus bertumbuh secara eksponensial dan akan melibatkan semakin banyak faktor yang dulu tidak diperhitungkan karena belum ditemukan. Contoh adalah gen dan faktor terkait seperti faktor transkripsi dan translasi yg menjadi bagian dari kondisi hipervariabilitas molekuler.Di level neurotransmiter misalnya, ada persoalan prekursor/building block yg biasanya terdiri dari asam amino.

Dari situ tumbuhlah lagi cabang persoalan, bukan sekedar asupan tetapi juga persoalan absorbsi di traktus digestivus. Siapa transporternya, apa syarat transportasinya, siapa katalisnya (enzim), sumber bahan pangannya, pengolahannya, sampai setelah melewati portal intrahepatik apa yg dimodifikasi dan diadjust dalam pintasan yg melibatkan komplek enzim sitokrom P-450 misalnya. Belum lagi interaksi dengan sistem anti oksidasi endogen seperti super oxide dismutase yg bisa memutus gugus -OH hingga merubah sifat molekuler.

Tidak sesederhana bahwa penderita depresi dengan banyak mengonsumsi makanan tinggi Triptofan sebagai prekursor serotonin dengan sendirinya akan langsung membaik. Di tingkat molekuler saja interaksi memiliki banyak prasyarat seperti energi elektrostatik yang juga dipengaruhi oleh kondisi medium (pH, kadar ion, suhu, dll).

Artinya kesadaran akan melahirkan serta dilahirkan oleh kecerdasan terintegrasi (kewaskitaan) dan pada gilirannya akan memberikan kemampuan pada manusia memberikan secara bijak strategi kepemimpinan dalam hidupnya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa spirit Qurban adalah memaknai kehidupan yang sesungguhnya tidaklah tetap tetapi sementara. Dalam kesementaraan ini maka peran NeuroLeadership Engineering menjadi penting agar kita selalu memperbaharui diri kita dengan rekayasa2 yang bertumbuh dan bernilai tambah. Inilah memaknai Qurban dengan mempelajari NeuroLeadership sebagai bentuk maujud akal manusia untuk menjadi Khalifah sesungguhnya di dunia yang terus berubah dan bertumbuh ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *