Saat dunia menjadi sebuah ekosistem yang terhubung secara hyperconnected, seolah menjawab kebutuhan manusia yang ingin semakin mudah dan dimanjakan oleh kemajuan teknologi. Mau tidak mau, dan siap atau tidak siap faktanya saat ini sudah masuk era digital. Digitalism Gate terbuka sangat lebar dan mempersiapkan setiap umat manusia yang ingin memasukinya untuk menemukan fakta – fakta baruyang menakjubkan. Fakta yang sebelumnya tidak terfikirkan dan fakta yang sebelumnya tidak mungkin, sekarang menjadi mungkin dan ada. Prinsip dan kemajuan era digitalisme akan bertumpu pada apa yang disebut dengan Artificial Intelligence (AI), dan untuk memahami serta mengoptimalkan fungsi AI terus harus memahami bagaimana syaraf dan otak manusia itu bekerja sesungguhnya.
Terkait dengan hal tersebut, Neuroledership Indonesia menyelenggarakan Neuroleadership Forum yang pertama di Indonesia, yang diselenggarakan di Kampus Tanri Abeng University – Jakarta, pada hari Rabu (27/2). Acara kali ini mengambil tema, “ Gagasan Indonesia Modern Berbasis Neuroleadership “. Beberapa pembicara ternama tanah air seperti Dr. Tanri Abeng, MBA, Prof. Dr. Taruna Ikrar, Dr.Ir. Dede Farhan Aulawi, Dr. Solikin M. Juhro menyampaikan pemikiran dan gagasan – gagasan untuk mewujudkan Indonesia yang modern dan semakin maju berbasis neuroleadership tersebut. Adapun acara ini dipandu oleh Roy T. Amboro yang merupakan Co-Founder NeuroLeadership Indonesia.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang acara tersebut, media mewawancarai salah seorang narasumber Dede Farhan Aulawi. Menurut Dede, NeuroLeadership Forum yang pertama ini digagas oleh Center for NeuroLeadership Indonesia yang memiliki misi “ Memunculkan Kepemimpinan Indonesia Unggul yang Modern, Cerdas dan Waskita berbasis kinerja Otak Sehat (Healthy Brain)”. Isu – isu strategis yang diangkat berbasis pada pengembangan ilmu Neurosains Modern dan New Literacies of Leadership dan memberikan pandangan strategis terkait Indonesia di masa depan agar lebih maju.
Dede sendiri pada kesempatan tersebut membawakan tema tentang Peran NeuroLeadership dalam membidani kelahiran para Pemimpin yang Visioner, Profesional dan Kreatif. Sebuah tema yang menggelitik dan sangat menggelitik untuk mendalami bagaimana caranya neuroleadership bisa berperan seperti itu.
Dede juga menjelaskan bahwa NeuroLeadership dapat diartikan secara mudah sebagai instrumen untuk mengembangkan kepemimpinan berbasis neurosains, atau penerapan neurosains dalam pengembangan kepemimpinan. Neuroleadership sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu neuron dan leadership. Neuroleadership membentuk kepemimpinan berbasis otak yang terus belajar dalam mengambl berbagai keputusan. Hal ini tentu berkaitan dengan kinerja 3 bagian inti di otak, yaitu Prefrontal Cortex (PFC), Limbik dan Neurotransmitter.
Lalu Dede juga menambahkan bahwa, ada tiga potensi besar di masa depan, yaitu (1) Brain Artificial Intelligence, yang mampu membuat daya berfikir otak menjadi tidak mudah lelah dengan inovasi – inovasi pemikiran yang canggih, (2) Renewable Energy, pengembangan energi yang bisa diperbaharui seperti bio engineering, (3) Regenerative Medicine, yakni regenerasi organ dalam manusia yang bersifat buatan, seperti transplantasi organ dan trasplantasi jaringan. Misalnya pengembangan teknologi pembentukan sel jantung buatan.
Jadi Neuroleadership Indonesia memiliki mimpi besar untuk kemajuan bangsa dan negara dengan menerapkan prinsip – prinsip perkembangan neuroscience yang luar biasa. Ini bukan sekedar mimpi, karena kita sudah bangun dan mulai mewujudkan mimpi itu melalui berbagai terobosan kegiatan agar pencapaian gagasan Indonesia yang Modern bisa segera terwujud. Kita harus mau bermimpi, dan segera bangun untuk mewujudkan mimpi itu. Pungkas Dede mengakhiri perbincangan pagi. (RL/MR)