Pada tahun 2015 lalu, saya menulis sebuah buku berjudul “Ilmu Neurosains Modern”. Di situ saya mengatakan bahwa neurosains merupakan perkembangan dari ilmu biologi yang mempelajari tentang susunan, struktur, reproduksi, fungsi tubuh, yang secara khusus mempelajari tentang fungsi dan struktur otak sebagai bagian yang membentuk makhluk hidup. Mempelajari otak berarti mempelajari bagian terakhir dari fungsi makhluk hidup. Ini karena otak merupakan permata dari mahkota tubuh manusia. Otak memberi implikasi terhadap semua segi kehidupan manusia, termasuk kepemimpinan.
NeuroLeadership Indonesia melakukan pengembangan seni kepemimpinan melalui jalur neurosains sebagai basic knowledge-nya. Saya sangat setuju dengan penerapan ini, karena pada dasarnya fungsi kepemimpinan harus berawal dari otak yang sehat. Sehingga NeuroLeadership yang menjadi perpaduan antara ilmu neurosains dan leadership ini dapat dijadikan solusi dalam menghadapi dunia yang semakin tidak pasti dan kompleks. 
Betapa kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) telah menjadi problem terbesar manusia abad ini, butuh banyak persiapan dan kesiapan, salah satunya adalah dengan mempelajari NeuroLeadership. Intinya bahwa NeuroLeadership merupakan penerapan ilmu sains yang berfokus kepada pemanfaatan kemampuan fungsi otak dalam menjalankan manajemen kepemimpinan sehingga kepemimpinannya akan sukses secara paripurna.
Sebagai orang yang bergelut di bidang neurosains, saya merekomendasikan buku “NeuroLeadership in Action”. Buku ini akan mengubah & memperkaya paradigma fungsi dan seni kepemimpinan yang sudah ada, menjadi kepemimpinan model baru dengan menstimulasi “Brain Quotient” yang menjadi usulan penulis buku ini sebagai sebuah kecerdasan baru dalam rangka menghadapi dunia yang augmented. Inilah rujukan yang sangat menarik untuk dibaca oleh masyarakat luas, khususnya para pelaku dan pelaksana kepemimpinan. Buku ini akan mengubah jalan hidup Anda menjadi pemimpin yang augmentatif.